Assalamualaikum.wr.wb.
It’s the first day of the month today. To some fellas, the beginning of the month means the new pages of life, the new chapter of life, dan banyak hal positif lainnya. For me? Well, untukkku setiap tanggal 1 itu adalah hari di mana jumlah tabungan akan berkurang secara drastis. Transfer sewa rumah ke Landlord yang tidak boleh telat, auto debit bills (listrik dan gas), auto debit pulsa handphone, Virgin Media (untuk internet). Duuh, intinya tanggal satu itu adalah tanggal pengurasan tabungan di Bank, hehhehe.
Dari IG pribadi. PS: Ini kalau ada tambahan uang satu penny lama, bisa bentuk perisai Inggris lho, heheh |
Oh iya, tema tulisan saya kali ini adalah tentang manajemen keuangan. Saya punya grup menulis, namanya BeMolulo. Kami adalah sekelompok teman dan sahabat yang memmpunyai hobi yang sama, yakni menulis dan selalu berusaha saling menyemangati agar bisa selalu menulis. Agar tulisan kami tidak melulu curhat kosong nirfaedah dan setidaknya bisa memberi manfaat bagi yang lain, kami secara bergiliran menentukan topik tulisan yang akan kami post di blog masing-masing. Kali ini kak Irawati Hamid yang punya giliran mennetukan tema, dan temanya adalah bagaimana kami mengelola keuangan pribadi kami.
Mengelola keuangan berarti mengelola pemasukan dong ya. Maka rasanya saya perlu menyebutkan sumber pemasukan saya selama ini. Saat ini, saya adalah seorang tenaga pengajar di sebuah universitas di Kendari yang sedang menjalani kehidupan sebagai mahasiswa internasional di Inggris dengan bantuan beasiswa secara penuh. Selama menjalani tugas belajar, saya tetap menerima gaji penuh. Jadi, bisa dikatakan, sumber penghasilan saya saat ini adalah dari gaji dan dari tunjangan bulanan beasiswa saya. Untuk gaji yang saya terima setiap bulan, saya alokasikan untuk membayar cicilan saya di Indonesia dan juga sudah saya wakafkan untuk dipakai oleh orang tua dan saudara saya selama saya di Inggris. Jadi, pengelolaan keuangan yang bersumber dari gaji tidak akan saya bahas terlalu jauh. Nah, yang seru ini adalah suka-duka mengelola keuangan sebagai mahasiswa di negara yang sama sekali tidak murah ini.
Jumlah beasiswa yang saya terima alhamdulillah cukup, tapi juga tidak berlebihan. Sejujurnya, biaya hidup di Inggris ini lumayan mahal. Kota yang saya tinggali saat ini, Bristol, adalah salah satu kota dengan biaya hidup tinggi di UK, terlebih untuk urusan akomodasi. Pada tahun pertama saya tinggal di sini, bisa dibilang saya tidak bisa menabung. Biaya akomodasi saja sudah habis lebih dari separohnya untuk biaya apartemen. Belum lagi untk biaya makan, hadeuuuh.. bikin ketar-ketir deh. Apalagi, saya juga hobi nonton dan travelling. Sedikit-sedikit langsung nonton (nontonnya harus di bioskop pula, gayaaaa), atau stress dikit, langsung duduk manis nyari tiket promo buat klenong-klenong. Fixed, uang saya habis, bis, bis… (nangis dipojokan). Saya pun memutuskan hal ini tidak boleh terus menerus terjadi. Program efisiensi penggunaan dana harus segera dilaksanakan secepatnya kalau tidak mau mati iri sama tabungan teman-teman yang sehat walafiat, sementara tabunganku sendiri kritis. Nah, berikut adalah program penghematan yang saya coba lakukan sejak masuk tahun kedua saya di sini.
Merangkul teman (squad) untuk ikutan berhemat
Saya mengakui bahwa sejujurnya saya termasuk orang yang agak boros dan gampang banget tergoda oleh hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting. Bahkan saya seringkali membeli barang yang sama sekali tidak ingin saya beli pada awalnya. Misal, ketika saya hang out bareng teman di sebuah shopping centre. Saya, yang rencananya hanya berniat menemani teman saya belanja, seringkali malah berakhir dengan membawa tentengan yang lebih banyak dari teman saya tersebut. Dan, biasanya, ketika sudah sampai di rumah, saya pun menyesal karena telah membeli hal-hal yang tidak saya perlukan. Kontrol diri saya memang sangat lemah, saudara-saudara.
Menyadari hal ini, saya pun curhat kepada teman dan meminta mereka untuk selalu mengingatkan saya di setiap kesempatan, hehehe. Untungnya, teman saya adalah orang-orang yang baik dan mereka pun sepakat untuk menjadi ‘satpam’ saya. Bahkan, karena nasib kami hampir sama (sama-sama boros) maka kami sepakat untuk mengeluarkan kebijakan pengelolaan keuangan secara efisien melalui program “menuju (nama kami) Tajir 2020”, so, kalau saya jadinya “Menuju Ririn Kaya 2020” hahaha. Dikarenakan kami menjalaninya bareng-bareng, maka godaan untuk diet belanja hal-hal yang tidak terlalu penting itu agak sedikit bearable. Setiap misalkan saya tergoda untuk menonton film di bioskop hanya karena alasan bosan, maka teman saya akan mengingatkan dan membantu mengalihkan perhatian saya ke hal-hal yang lebih positif. Ke perpus, salah satu contohnya. Begitupun ketika mereka kebetulan mendapati saya sedang hunting tiket untuk travelling karena pengen poto-poto manjah semata, teman saya akan mengingatkan kembali untuk tidak terlalu mengikuti keinginan itu. Kalau hanya untuk hunting foto, kita bisa mengeksplore Bristol lebih jauh, atau mungkin ditunda sampai urusan kuliah beres, dsb. Kadang, setelah dingatkan begitu, saya jadi menyadari sendiri sebenarnya saya tidak perlu-perlu banget juga untuk cabut, dan akhirnya keinginan itu mereda dengan sendirinya. Uang selamat, waktu dan tenaga pun demikian, hehehe. See, disinilah peran teman cukup penting bagi saya. Semakin banyak teman yang bisa diajak berhemat bareng semakin enak karena kita tidak merasa menderita sendiri dan semakin banyak juga ‘satpam’ yang akan mengawasi kita. Pada saat yang bersamaan, kita bisa bersama-sama mengalihkan keinginan menghambur-hamburkan uang kita terhadap hal-hal yang kurang perlu dengan cara-cara yang asik seperti belajar bareng atau masak bareng.
Mencari akomodasi yang murah di luar city center
Ini adalah salah satu yang terpenting dari ikhtiar manajemen keuangan saya selama di negara Ratu Elizabeth ini. Jika tahun lalu saya tinggal di city centre, maka di tahun ke dua ini saya memilih tinggal di luar center. Perbedaan harganya gila. Bisa tiga kali lebih murah loh. Serius. Dulu, saya memang memilih tinggal di center karena waktu itu saya tidak mau ribet dengan urusan akomodasi jadi tinggal daftar ke apartemen yang dikelola oleh kampus. FYI, urusan akomodasi di sini, kalau bukan punya kampus, bisa sangaaaat ribet. Harus ada British guarantor lah, nyari agen lah, urus insurance sendiri, Bank Statement, dll. Kalau masih baru dan gak ada temen yang bisa bantu akan sangat rempong.
Setelah setahun tinggal di sini, saya sedikit banyak jadi tahu seluk beluk dunia per-akom-an dan karenanya bisa mencari dan mendapatkan akomodasi yang jauh lebih murah dari sebelumnya. Bincang-bincang sama senior dan warga Indonesia yang tinggal di sini sangat membantu. Setelah perburuan akomodasi hamper dua bulan lamanya, akhirnya saya berhasil mendapatkan hunian murah meriah di luar centre. Jauhnya itu sekitar 45 menit naik bus dari rumah ke kampus (sudah termasuk dengan tunggu busnya). Untungnya, saya sudah tidak ada kuliah lagi jadi ini bukan masalah sama sekali. Saya bisa ke perpus di jam-jam tertentu sesuka hati saya tanpa takut terlambat. Keuntungan yang saya dapatkan adalah harga sewa yang tiga kali lebih murce, suasana perumaham yang tenang (di centre agak mayan hiruk-pikuknya), godaan belanja lebih sedikit (di centre, toko makanan dan pusat perbelanjaan dekat jadi godaannya besar) hehehe. Memang, ribet di awal-awal pencarian dan pengurusan, namun sekalinya kelar, kantong aman, hati tentram, hehehe. Selain itu, squad berhemat saya sangat membantu dalam pencarian rumah baru ini.
Jadikan menabung sebagai salah satu prioritas juga
Biasanya, diawal bulan, saya akan membuat list pengeluaran dalam dua kelompok. Rutin dan non rutin. Yang rutin termasuk sewa rumah, bills, internet, pulsa, tiket bus, dan belanja bulanan. Yang non rutin seperti belanja-belanja baju, nonton atau jalan, atau hang out. Karena biaya akomodasi sudah jauh lebih murah, maka sisa uang juga lebih banyak. Biasanya, kalau dulu, sisa uang yang lumayan banyak ini bisa jadi umpan bagi saya untuk travelling lagi. Namun, kali ini, karena adanya program “Menuju Ririn Kaya 2020” maka sisa uang itu bisa saya tabung tanpa banyak drama. Sekarang saya sudah bisa menargetkan jumlah uang yang mau saya tabung perbulannya berapa. Dan, karena saya menyadari bahwa pertahanan saya terhadap goadaan belanja-belanji tak penting sangat lemah, maka saya memutuskan untuk membuat rekening lain yang ATMnya tidak saya ambil. Sudah 6 bulan ini saya melakukannya dan saya merasa sangat terbantu. Dikarenakan ATM tidak ada, maka kalau mau menarik harus ke Bank dan itu sangat merepotkan bagi saya. Jadi, sejauh ini aman tentram lah uang itu di rekening, hehehe. Oh iya, saya sengaja tidak mentransfer uang saya yang dalam Poundsterling ke Rupiah karena trend Poundsterling yang selalu cenderung naik tiap tahunnya. Nanti sajalah, saya tukar ketika sudah mau pulang ke Indonesia for good. Itu pun nantinya saya langsung akan konversi ke emas karena nilainya cenderung naik. Tidak seperti rupiah yang rentan terkena inflasi.
Masak, jangan jajan mulu! 😁
Seperti yang saya sempat katakan di atas, biaya hidup di Inggris itu lumayan mwahalll. Tapi, kalau untuk hal makanan bisa kok diatur dengan baik. Malah, kalau rajin masak jatuhnya bisa jaaauh lebih murah. Let’s say, sekali makan standar di luar kita bisa habis paling murah £5, berarti dua kali makan (siang dan malam) bisa habis £10 kali tiga puluh kari kan bisa £300. Tapi, kalau kita masak sendiri, kalo untuk itunganku ya £25 perminggu itu udah lengkap banget (daging sekilo, ayam 2 kilo, beras, telur, roti, buah dan sayuran). Berarti kan perbulannya bisa £100 doang. Hemat tiga kali lipat, bok. Udah gitu lebih sehat dan terjamin halalnya juga kan. Jadi, dari pada jajan, mending masak lah.
Well, itulah empat poin caraku mengelola keuangan. Semoga bisa bermanfaat, ya. Oh ya, kalau kamu punya pengalaman juga bolehlah dishare jugak, hehehehe…