Wednesday 2 May 2018

Merayakan Hari Kartini, Merayakan Menjadi Perempuan yang Utuh

Assalamualaikum.wr.wb.

Pertama, saya mau minta maaf karena baru bisa menulis tema yang harusnya diposting bulan lalu pada hari ini, yang sudah memasuki Mei. Belakangan, saya alhamdulillah diberi ujian yang membuat saya belum bisa menulis berdasarkan tema sesuai waktunya. Tapi, dengan niat baik dan prinsip "lebih baik telat dari pada tidak sama sekali", maka saya pun akhirnya menulis. Tema kali ini di triger oleh Jeung Rumi, yang memilih tema tentang Kartini. Mungkin karena biasanya April selalu diasosiasikan dengan sosok Kartini kali ya, hehehhe. Baiklah, agar tidak berlama-lama, mari kita langsung saja 😀

Penjelasan mengenai siapa itu sosok Ibu Kartini tampaknya sudah sangat banyak tersedia di mana-mana, baik dalam bentuk buku, artikel, dan bahkan jurnal. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini saya tidak ingin menambahkan informasi yang jelas-jelas sudah banyak bertebaran. Sebagai seorang perempuan Indonesia, saya jeals-jelas mengagumi pemikiran dan keberanian beliau dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk bisa diakui dan dihargai sebagaimana mestinya, yang pada jaman dahulu kala (bahkan mungkin sampai saat ini) belum bisa terealisasi. Contohnya, hak berbicara dan berpendapat, hak menjadi dirinya sendiri, hak mengatur tubuhnya sendiri, serta hak untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya tanpa takut dengan judgement orang lain.



Meskipun menurut saya pribadi, emansipasi perempuan di Indonesia sudah sangat diakui, - terbukti dari tidak adanya larangan perempuan untuk bersekolah dan bekerja, namun tentu saja kita setuju bahwa kemerdekaan seorang perempuan tidak terbatas dari bekerja dan bersekolah. Banyak hal diluar itu. Menurut saya pribadi, emansipasi wanita adalah perayaan tentang kebebasan menjadi manusia yang utuh dengan segala kompleksitasnya (pikiran, perasaan, keinginan, dll) yang bebas dari penilaian orang dan prejudice dari orang lain. Selama dia tidak merugikan orang lain dan tidak bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya, menurutku semua perempuan berhak bebas menentukan bagaimana dia menjalani kehidupannya. Toh, setidaknya menurut agama yang saya anut,  Tuhan tidak pernah membedakan laki-laki dan perempuan dalam hal siapa yang paling mulia, melainkan yang paling tinggi dan indah ahlaknya. Bahkan, perempuan sendiri menempati posisi mulia di dalam kitab suci.

Salah satu manifestasi kebebasan perempuan yang ingin saya angkat kali ini adalah kebebasan untuk melamar lelaki yang dinginkannya sepanjang dilakukan dengan cara-cara yang diajarkan oleh agama. Ingat, patokannya adalah tuntunan agama loh ya, bukan budaya. Karena, bagi saya, dasar hukum tertinggi yang harus dijadikan pedoman bagi orang beriman adalah agama. Di Indonesia, pada umumnya, untuk urusan jodoh dan pernikahan, ada 'doktrin budaya' yang tidak tertulis dan sudah mendarah daging, yang menganggap bahwa laki-lakilah yang harus agresif, sedangkan perempuan disarankan untuk diam manis menunggu di rumah. Sampai saat ini doktrin budaya ini masih sangat kuat. Sehingga, jika ada perempuan yang 'menyatakan cinta'  atau bahkan yang melamar laki-laki lebih dahulu akan dilabeli dengan 'perempuan tidak benar.' Padahal, dalam hal rasa suka, perempuan dan laki-laki harusnya sama. Laki-laki dianugerahi rasa cinta, perempuan juga. jadi mengapa harus dibedakan? Sangat tidak adil bukan? Inilah salah satu contoh bahwa 'doktin budaya' yang notabene bentukan manusia itu tidak sempurna, dan saatnya kembali kepada tuntunan agama.

Dalam agama saya, dikisahkan bahwa beberapa perempuan hebat dan mulia, yang telah dijamin syurga oleh Allah, menawarkan dirinya untuk dinikahi oleh laki-laki. Ketika mereka melakukan itu, tidak ada label buruk dan negatif yang disematkan kepada mereka. mereka tidak dianggap perempuan 'ganjen' atau 'genit'. Sebaliknya, mereka adalah perempuan terpilih yang sangat mulia. Kita tentu sudah tidak asing dengan kisah Sitti Khadijah yang melamar Baginda Nabi Muhammad SAW bukan? Atau beberapa kisah perempuan mulia lainnya yang secara sadar dan merdeka menawarkan dirinya dinikahi oleh laki-laki yang dianggapnya shaleh? Pada poin ini, saya sangat bersyukur dan bangga bahwa agama saya telah sangat memuliakan wanita sejak dahulu kala, jauuuh sebelum desas desus emansipasi wanita dihembuskan.

Oh iya, merayakan hari Kartini berarti merayakan kebebasan menjadi perempuan yang utuh, yang tidak malu mengeluarkan pendapat, menunjukkan keinginannya, melakukan apa yang dirasanya baik tanpa takut akan intimidasi dan anggapan buruk orang lain yang punya persepsi yang berbeda-beda dalam mendefinisikan wanita yang baik itu yang bagaimana. Dan sebagai muslimah, merayakan hari Kartini adalah merayakan kebebasan sebagai perempuan yang menmepati posisi mulia dalam agama. Termasuk salah satunya, kebebasan untuk melamar laki-laki sholeh yang diinginkannya. Dan saya baru saja melakukan hal itu beberapa hari yang lalu. Doakan yang terbaik yaaaa... ^^




3 comments:

  1. Kerennya kalimat terakhir... masyaalloh

    Semoga dimudahkan pada yang terbaik say...

    ReplyDelete
  2. Aamiin. Maa syaa Allah...
    Penasaran sy siapakah laki-laki sholeh yang beruntung itu?

    Semoga dilancarkan dan dimudahkan. Do'a terbaik. Selalu say 😍

    ReplyDelete
  3. Perempuan adalah pembentuk peradaban
    Anak-anak terlahir dari rahimnya dan mendapatkan pendidikan pertama dari ibunya
    Semoga kita smeua bosa meneladani semangat kartini. Menjadi perempuan yang tak lelah belajar, untuk peradaban yang lebih baik

    ReplyDelete

Light at the end of the tunnel

Assalamualaikum.wr.wb. 20 Juni 2018, sebuah email yang membawa kabar gembira akhirnya menyapa hari-hariku yang penuh dengan drama kehidupa...